Berita Kepegawaian

Berita Kepegawaian Kantor Regional XIV BKN

Mengenal Merit Sistem dan Refleksi Implementasinya

Merit sistem merupakan salah satu sistem dalam manajemen sumber daya manusia yang menjadikan kualifikasi, kompetensi dan kinerja sebagai pertimbangan utama dalam proses perencanaan, perekrutan, penggajian, pengembangan, promosi, retensi, disiplin dan pensiun pegawai. Mulanya, merit sistem banyak diterapkan di organisasi sektor swasta, yang kemudian belakangan mulai berkembang dan diadaptasi juga oleh sektor publik. 

Di Indonesia, merit sistem secara legal formal diberlakukan pada tahun 2014 melalui Undang-Undang No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa kebijakan manajemen ASN berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi dan kinerja yang diberlakukan secara adil dan wajar tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan (tanpa diskriminasi). Sistem ini seolah menjadi kritik atas suburnya praktek nepotisme, dan primordialisme di dunia kerja. Oleh karenanya sistem merit menjadi salah satu hasil dari agenda reformasi birokrasi yang dicanangkan Presiden untuk menciptakan birokrasi netral dan mampu melayani kebutuhan publik serta bebas dari KKN. 

Pemberlakukan merit sistem dalam birokrasi Indonesia bertujuan untuk menghasilkan ASN yang profesional dan berintegritas dengan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan birokrasi pemerintah sesuai kompetensinya; pemberian kompensasi yang adil dan layak; mengembangkan kemampuan ASN melalui bimbingan dan diklat; dan melindungi karier ASN dari politisasi dan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip merit. 

Implementasi 

Implementasi merit sistem dapat diwujudkan pada manajemen sejak perencanaan kebutuhan SDM hingga pensiun nantinya. Dalam kondisi ideal, penerapan merit sistem dalam manajemen ASN dapat digambarkan sebagai berikut:
1.    Penyusunan dan penetapan Kebutuhan
Pada aspek penyusunan dan penetapan kebutuhan, merit sistem dapat diterjemahkan instansi dengan membuat perencanaan kebutuhan ASN 5 tahunan berdasarkan Anjab (Analisis Jabatan) dan ABK (Analisis Beban Kerja) yang dalam penyusunannya mempertimbangkan jumlah, pangkat, dan kualifikasi pegawai yang ada, dengan mempertimbangkan pegawai yang akan pensiun.
2. Pengadaan
Pada aspek pengadaan, merit sistem salah satunya ditunjukkan dengan mekanisme rekrutmen pegawai yang terbuka, transparan dan kompetitif. Dengan metode tersebut diharapkan SDM yang dihasilkan berasal dari talenta-talenta terbaik dan unggul.
3. Pengembangan karier
Merit sistem dalam aspek ini dapat berupa kebijakan/program pengembangan karier berdasarkan hasil pemetaan talenta melalui assessment, analisis kesenjangan kompetensi dan kesenjangan kinerja, talent pool, dan rencana suksesi berdasarkan pola karier instansi.
4. Promosi dan Mutasi
Merit sistem pada aspek promosi dan mutasi diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang objektif dan transparan didasarkan pada kesesuaian kualifikasi, kompetensi dan kinerja dengan memanfaatkan Talent Pool. Salah satu bentuk kebijakan tersebut adalah pengisian JPT melalui seleksi terbuka. Melalui seleksi terbuka diharapkan dapat menghasilkan orang yang tepat untuk menduduki suatu jabatan sesuai kebutuhan organisasi, mengatasi spoil system dan jual beli jabatan, serta memberikan kesempatan bagi semua pegawai untuk berkompetisi.
5. Penilaian kinerja
Penetapan target kinerja, evaluasi kinerja secara berkala (berkelanjutan) dengan menggunakan metode yang obyektif, menganalisis kesenjangan kinerja dan mempunyai strategi untuk mengatasinya dan menggunakan hasil penilaian kinerja dalam membuat keputusan terkait promosi, mutasi dapat menjadi bentuk implementasi merit sistem.
6. Penggajian, Penghargaan dan Disiplin
Instansi mengaitkan hasil penilaian kinerja dan disiplin dengan membayar tunjangan kinerja dan memberi penghargaan kepada pegawai serta melakukan penegakan nilai dasar, kode etik dan kode perilaku.
7. Jaminan dan perlindungan
Instansi mempunyai program perlindungan untuk pegawai diluar dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan program pensiun yang diselenggarakan pemerintah nasional, serta menjamin kemudahan pelayanan administrasi bagi pegawai. 

Evaluasi


Pada perjalanannya selama hampir 8 tahun, implementasi sistem merit di birokrasi Indonesia tidak terlepas dari tantangan. Berdasarkan peta sebaran penerapan sistem merit per Provinsi sampai dengan Tahun 2021 yang disusun Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagai instansi yang dimandatkan untuk mengawasi penyelenggaraan merit sistem menunjukkan bahwa rata-rata pemerintah provinsi wilayah Indonesia bagian barat telah menerapkan sistem merit manajemen ASN, sedangkan wilayah Indonesia bagian timur rata-rata belum menerapkan sistem merit dengan optimal. Sebaran ini menunjukkan bahwa faktor geografis mempengaruhi implementasi sistem merit. Bukan fakta yang mengejutkan mengingat wilayah Indonesia sangat luas dan berbentuk kepulauan yang seringkali menjadi tantangan dalam hal pemerataan, hingga berujung pada ketimpangan kondisi antara wilayah barat dengan timur.


Sementara itu, berdasarkan hasil penilaian sistem merit oleh KASN pada tahun 2021, nilai tertinggi terdapat pada aspek pengadaan sebesar 73, 9%, lalu aspek perencanaan kebutuhan 73,2%. Sedangkan aspek pengembangan karier 31% dan aspek promosi dan mutasi 41,5% merupakan aspek yang paling rendah dalam penerapannya. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengadaan ASN kini sudah semakin terbuka dan objektif salah satunya dengan diterapkannya computer assisted test (CAT) sebagai media rekrutmen. World Bank Global Report: Public Sector Performance 2018 bahkan menobatkan CAT BKN sebagai produk unggul dari Indonesia pada kategori Civil Service Management yang berhasil mereformasi sistem rekrutmen ASN Indonesia.


Sejalan dengan praktek baik dalam perekrutan pegawai, guna menjaga dan meningkatkan kualitas SDM hasil rekrutmen tersebut semestinya ditindaklanjuti dengan pembinaan dan pengembangan yang baik juga. Hanya saja dari penilaian implementasi merit sistem yang dilakukan KASN justru menunjukkan aspek pengembangan karier cenderung rendah dan perlu ditingkatkan.

Penerapan merit sistem pada aspek promosi serta mutasi juga masih rendah sehingga perlu diakselerasi dan ditingkatkan. Hasil ini perlu menjadi perhatian karena menunjukkan masih adanya peluang terjadinya praktek nepotisme berbasis primordial maupun afiliasi sosial politik. Padahal, pengisian jabatan seharusnya dilakukan sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan dan kompetensi serta kinerja dari pegawai dengan melihat pola karier. 

Kesimpulan 

Tidak dapat dipungkiri berlakunya merit sistem dalam birokrasi Indonesia yang bertujuan untuk menghasilkan ASN yang profesional dan berintegritas dengan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan birokrasi pemerintah sesuai kompetensinya; pemberian kompensasi yang adil dan layak; mengembangkan kemampuan ASN melalui bimbingan dan diklat; dan melindungi karier ASN dari politisasi dan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip merit  belum  sepenuhnya  optimal  sesuai  dengan ketentuan maupun ekspektasi. Dalam prakteknya penerapan  sistem  merit  di Indonesia cukup kompleks karena adanya pengaruh kondisi lingkungan dimana  sistem  itu diterapkan. Oleh karenanya tidak heran jika progres implementasi sistem merit antara instansi satu dengan yang lain berbeda mengingat ada konteks lingkungan sosial bahkan geografis yang berbeda juga. 

Pada akhirnya penerapan sistem merit lebih dari sekedar angka dalam penilaian dan tidak semestinya kita terfokus pada pengumpulan poin saja, melainkan juga pada proses internalisasi dalam pemikiran dan keseharian para pelakunya. Perlu menjadi catatan bahwa evaluasi penerapan sistem merit dilakukan melalui skoring/penilaian atas terpenuhinya aspek-aspek ideal yang dibuktikan salah satunya dengan dokumen administrasi. Oleh karenanya, kemampuan pengelola kepegawaian instansi pemerintah untuk menyiapkan berbagai prasyarat penilaian turut berpengaruh pada penilaian sistem merit di Indonesia.